Anak
Pandu dan Kunti yang lahir dalam bungkus dibuang ke hutan Krendawahana,
karena tidak ada senjata yang mampu membuka bungkus itu.
Destarata ayah para Kurawa menyuruh para Kurawa untuk memusnahkan dengan cara berpura-pura membantu membuka bungkus itu, namun tidak berhasil. Sedangkan di pertapaan Rhatawu Bagawan Abiyasa mendapat pertanyaan dari cucunya, Raden Premadi, yang menanyakan keadaan kakaknya yang terlahir dalam bungkus, yang telah beberapa tahun belum juga dapat dibuka. Abiyasa mengatakan kepada Arjuna bahwa saudaranya sedang menjalani kamarnya, ia akan lahir menjadi satria utama, dan akan mendapat wahyu jati.
Destarata ayah para Kurawa menyuruh para Kurawa untuk memusnahkan dengan cara berpura-pura membantu membuka bungkus itu, namun tidak berhasil. Sedangkan di pertapaan Rhatawu Bagawan Abiyasa mendapat pertanyaan dari cucunya, Raden Premadi, yang menanyakan keadaan kakaknya yang terlahir dalam bungkus, yang telah beberapa tahun belum juga dapat dibuka. Abiyasa mengatakan kepada Arjuna bahwa saudaranya sedang menjalani kamarnya, ia akan lahir menjadi satria utama, dan akan mendapat wahyu jati.
Keadaan
tidak bisa dipecahkannya bungkus yang menyelimuti anak Pandu dan Kunthi
tersebut telah menyebabkan adanya kegoncangan di dunia yang terasa
pengaruhnya sampai di kahyangan. Untuk menghentikan kegoncangan itu
Batara Guru menyuruh Gajahsena, anaknya yang berupa gajah, memecah
bungkus yang akan melahirkan Manusia Sejati.
Pada
saat yang sama, Batara Guru juga memerintah Dewi Umayi agar memberi
bayi dalam bungkusan itu, teman berupa empat macam warna yang akan
melindunginya. Dewi Umayi segera melaksanakan perintah Batara Guru.
Selain memberi teman berupa empat macam warna kepada bayi dalam bungkus
itu, Dewi Umayi juga memberi ajaran tentang tujuh macam hal mengenai
hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Dewi Umayi mengatakan kepada bayi dalam bungkus itu bahwa sebagai calon
Manusia ia harus sanggup mengerjakannya.
Diberitahukan
oleh Dewi Umayi juga bahwa sekarang ia masih berada dalam taraf
mertabat Akhadiyat, artinya pada tingkat pertama. Masih jauh
perjalanannya menuju martabat Insan Kamil yang merupakan tingkatan
Manusia Sempurna. Dalam perjalanannya ia melalui martabat terakhir
(martabat wuntat) yaitu permulaan menjadi benih (manusia). Pada martabat
Akhadiyat ia diberi nafsu mutmainah yang berwarna putih, selanjutnya
diberi bnafsu amarah yang berwarna merah. Ketika memasuki alam jisim
(alam jasad) ia telah mempunyai wujud jasmaniah, karenanya mempunyai
keinginan makan minum dan bersanggama, tidak berbeda dengan hewan.
Bedanya, ia akan diberi budi luhur; namun bila ia menolaknya, ia tidak
dapat masuk sorga, ia akan mengembara pada akyan sabiyah. Ketika telah
berada pada alam misal diberi nafsu aluamah. Kemudian akan melalui alam
arwah karena telah dimasuki roh. Ada sembilan macam roh yang masuk,
yaitu : roh ilapi. Roh Robbani, roh Rokhani, roh Nurani, Rohulkudus, roh
Rahmani, roh jasmani, roh nabati, dan roh hewani. Semua itu tadi
merupakan badan Hyang Guru yang menggerakkan (tindakan) manusia. Dalam
alam Kabir ia telah bersatu dengan sembilan roh (Hyang Guru), ia dipakai
sebagai sarana (penampilan Hyang Guru) di dunia. Semuanya telah
tertulis dalam Lohkilmakpul yang berupa Ngelmi Kadim.
Setelah
selesai diberi ajaran, Dewi Umayi memberi bayi dalam bungkus itu busana
berupa cawat kain bang bintulu berwarna merah, hitam, kuning, putih,
pupuk, sumping, gelang, porong, dan kuku Pancanaka. Kemudian Dewi Umayi
minta diri dengan mengatakan bahwa sebenarnya ia telah menyatu dalam
dirinya.
Tidak
lama kemudian Gajahsena yang diperintahkan Batara Guru membuka
bungkusan berisi bayi, turun dari sorga melaksanakan perintah. Gajahsena
lalu membuka bungkus yang berisi anak Pandu dan Kunthi. Setelah bungkus
itu pecah, baik bayi yang ada dalam bungkus maupun Gajahsena sama-sama
terkejut. Karena sama-sama terkejut keduanya lalu berkelahi.
Dalam
perkelahian itu Gajahsena dapat dipegang oleh bayi yang baru saja
keluar dari bungkusan yang telah memiliki pakaian lengkap pemberian Dewi
Umayi. Setelah dapat dipegang lalu Gajahsena dibanting oleh bayi yang
baru keluar dari dalam bungkusan itu. Gajahsena mati dan jasadnya musna,
tetapi roh hewaninya masuk ke dalam diri bayi yang baru keluar dari
bungkusan itu.
Pada
saat terjadi perkelahian antara bayi dan Gajahsena, didekat situ ada
seorang Dewa yang terus memperhatikan pertarungan. Ia adalah Batara
Narada.
Melihat
lawannya telah mati, dan ada orang didekatnya yang memperhatikan dia,
bayi yang baru saja keluar dari bungkusan itu, lalu menanyakan kepada
orang yang ada didekatnya siapa dirinya. Orang yang ditanya, yang tidak
lain adalah Batara Narada, mengatakan bahwa ia ~bayi itu~ adalah anak
Pandu dan Kunthi yang terlahir dalam bungkus. Batara Narada lalu
memberinya nama Bratasena.
Selain
memberi nama, Batara Narada juga meninggalkan pesan kepada bayi itu
~yang sekarang telah bernama Bratasena~ bahwa meski di hadapan Batara
Guru sekalipun Bratasena tidak boleh duduk di bawah dan menyembah,
karena Bratasena harus menyembah hanya kepada Sang Pencipta.
Batara Narada meninggalkan Bratasena dengan memberi petunjuk kemana ia
harus melangkah dan negeri mana yang harus ia datangi setelah Batara
Narada meninggalkannya.
Dengan
bekal pakaian pemberian Dewi Umaya saat ia masih dalam bungkusan, serta
berbekal pesan dari Batara Narada bahwa ia tidak boleh menyembah selain
hanya kepada Sang Pencipta, Bratasena lalu pergi menuju ketempat yang
ditunjukkan oleh Batara Narada.
Penampilan Bratasena terlihat menakutkan, tinggi besar dan gagah, jika
ia berbicara suaranya menggelegar seperti geledek, (kadang-kadang)
mengaum seperti singa kelaparan. Ia tidak memiliki rasa takut kepada
siapapun.
Dalam
perjalananya, Bratasena lantas bertemu raja Tasikmadu. Dan atas
permintaan raja Tasikmadu, Bratasena diminta untuk mengalahkan raja
raksasa Kala Dahana, patih Kala Bantala, Kala Maruta, dan senapati Kala
Ranu.
Bratasena berhasil mengalahkan mereka semua. Setelah mereka dikalahkan,
roh mereka masuk ke dalam Bratasena. Dengan demikian sifat-sifat unsur
alam yang empat yaitu, bumi, api, angin, dan air telah menyatu dalam
diri Bratasena.
Sumber : Dimar Reva Dila Blog
0 komentar:
Posting Komentar